"Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepadaku dari sisi-Mu anak keturunan yang baik, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa." (Q.S.Imran [3]: 38)

Kamis, 29 April 2010

Buku Api Sejarah

Buku api sejarah ini aku masukkan menjadi buku homeschooling kami, untuk mengetahui sejarah Indonesia. Gambarnya bisa dilihat di sini.

Berhubung anak pertamaku sangat senang membaca sejarah. Selain buku sejarah nabi Muhammad, saw yang masih terus dibaca. Anak pertamaku juga senang membaca buku sejarah dunia dan sejarah Jepang, buku-buku itu berbentu komik sehingga membuat anakku betah membacanya.
Kebetulan juga di situs ini, ada cerita sejarah Jepang, maka tak bosan-bosannya anakku mengunjungi situs itu.

Sepertinya manusia senang akan sejarah, kalau aku membaca Al-Qur'an, banyak cerita sejarah nabi-nabi sebelum nabi Muhammad, saw dan orang-orang terdahulu.
Allah melakukannya agar kita mengambil pelajaran.

Jadi dengan sejarah yang benar akan ada pelajaran yang diambil.

Mencari Yang Berbeda

Anak kedua sempat membuat game di sini, tapi hari itu komputer sebelah tidak bisa jalan internetnya, terpaksa hanya bisa melihat kakak membuat game.

Bosan melihat kakaknya diambilnya kertas hvs, lalu mulailah menggambar.
Setelah selesai disuruhnya kakaknya mencari gambar yang berbeda. Kakaknya langsung tahu.
Lalu pergi menujuku.

"Bu coba cari mana yang berbeda?"
Saya lihat gambar orang bermata satu (ini kan salah menurutku), dan ternyata ada satu gambar orang bermata dua. Tapi karena masih bingung kubilang, "Ngga tau."

"Ini dong Bu yang berbeda yang matanya dua."

"He he, iya ya."

Membuat game tak perlu di komputer.

Moci Warna Warni


Moci makanan yang terbuat dari tepung beras ketan ini adalah makanan kesukaan anak-anakku.
Ketika pertama kali aku mengajukan ide untuk membuat moci, anak-anakku langsung berteriak setuju.

Lalu kubeli sebungkus tepung beras ketan, pewarna makanan warna hijau, kuning dan merah muda, dan juga gula.
Hari berikutnya kami membuat moci bersama-sama.
100 gr tepung beras ketan, 20 gr gula dan air hangat yang ditambahkan sampai adonan bisa dibentuk, lalu dibagi 3 bagian untuk diberi warna yang berbeda.

"Wah adonannya jadi merah jambu."
"Aku ingin memasukkan adonan ke panci (yang berisi air mendidih) juga, Bu."
"Aku ingin melihat juga bagaiman moci di dalam panci."
"Mocinya sudah ke atas, ayo diambil."

Akhirnya tiba saatnya moci dimantap.

"Bagaimana rasanya."
"Enak, tapi kurang manis."
"Coba tambahkan gula bubuk."
"Jadi lebih enak."
"Nanti kita coba lagi membuat mocinya ya, jumlah gulanya ditambahkan, gimana?"
"Iya, iya, kita buat lagi."

Minggu depannya kami membua moci kembali dengan penambahan jumlah tepung dan jumlah gula. Yang terjadi adalah adonan lengket, mungkin karena gula terlalu banyak ditambahakan dan air yang digunakan masih terlalu panas.
Akhirnya bentuk adonan menjadi tidak bagus, walau rasa lebih enak kalau kata anak kedua.

"Bagaimana nanti kita coba lagi?"
"Iya, coba dikurangi gulanya."

Gagal bukan berarti tak bisa mencoba lagi.

Selasa, 27 April 2010

Kenapa Memilih Homeschooling

Sebenarnya aku pertama kali mengenal kata homeschooling dari seorang temanku sekitar tahun 2004. Ketika itu aku tidak begitu mengerti tentang homeschooling.
Sekitar tahun 2008, aku sering membaca blog temanku mengenai homeschooling, lalu aku mulai mencari-cari sendiri mengenai apa itu homeschooling sampai akhirnya mengerti.

Anak pertama dan keduaku sempat sekolah di Jepang, karena sebelumnya kami pernah tinggal di Jepang.

Sebelum mengenal homeschooling aku merasa aman dalam artian tidak perlu ada kekhawatiran mengenai anakku baik secara akademis maupun secara sosial (walaupun secara sosial aku sedikit khawatir karena kami bukan orang Jepang) karena katanya sistem pendidikan di Jepang termasuk yang bagus, buktinya bisa kita lihat sekarang, Jepang menjadi negara maju.
Anakku pasti sangat menyukai sekolahnya pikirku tanpa berpikir sebaliknya.
Begitupun kalau ada kegiatan sekolah aku selalu menganggap sebagai sesuatu yang baik dan dibutuhkan anak, tanpa memikirkan perasaan anak.
Walaupun aku di rumah tetap menemani anak-anakku dengan mengajaknya melakukan yang tidak dilakukannya di sekolah seperti mengajaknya ke perpustakaan, bermain di taman dan bersepeda.

Setelah mengenal homeschooling aku mulai lebih memperhatikan perasaan anakku, cara bergaul anakku dengan temannya, cara mengajar guru, perlakuan guru kemuridnya dan sejauh mana anakku paham dengan pelajarannya.

Ternyata anak pertamaku tidak begitu menyukai sekolahnya, gurunya tidak mau menjawab pertanyaan anakku di luar yang dipelajari di sekolah, anakku masih harus aku ajar lagi di rumah karena belum paham pelajaran di sekolah. Sementara anak keduaku terpengaruh sifat buruk, seperti sering memamerkan sesuatu barang yang baru dimilikinya. Belum lagi anak pertamaku merasa kekurangan waktu melakukan minatnya.

Mungkin itu hanya terjadi pada anakku tidak terjadi pada anak orang lain.
Atau mungkin akunya saja yang tidak bisa mendidik anak-anakku.

Akhirnya aku memilih homeschooling, sampai di mana anakku paham pelajaran akademis aku bisa tahu. Selain itu aku bisa memasukkan pelajaran akhlak untuk homeschooling kami, seperti membacakan kisah orang berbudi baik, kisah nabi, bagaimana bisa masuk surga, dll.

Alasan yang tidak cukup kuatkah?

Senin, 26 April 2010

Membuat Game

"Ibu aku ingin bisa punya uang sendiri, aku ingin membuat sesuatu."

"Ya, buat saja."

"Aku masih bingung mau buat apa."

"Buat komik atau bukunya diteruskan saja, dibuat yang baik."

"Aku kesulitan sekali membuat di komputer, aku lebih suka pakai pensil tapi hasil gambarnya tidak sebagus di komputer."

"Jadi bagaimana dong?"

"Aku ingin membuat game saja, bagaimana caranya, Bu?"

Setelah ibu cari-cari internet, ibu dapat dua tautan, yang ini dan yang itu, untuk anak pertama belajar membuat game, walau bukan sebagai yang membuat program. Anak pertama juga tahu akan hal ini.
Tak apa untuk tahap awal belajar menurut saya.
Berkreasi di dua tautan ini dan dapat dipublikasikan sehingga bisa memdapat penilaian dari orang lain.
Sampai saat ini anak pertama masih terpacu membuat game yang baru.

Selain itu anak pertama, sedikit lebih terpacu menanyakan tentang arti bahasa Inggris dan belajar cara menuliskannya karena akan digunakan sebagai pesan di game.

Senin, 19 April 2010

Atlet Renang

Baru sekali anak-anakku mengikuti kursus renangnya.
Alhamdulillah mereka senang mengikutinya.

"Anak pertama Bapak sudah bagus berenangnya, saya jamin dalam waktu 2 bulan anak bapak bisa ikut kelas prestasi", ungkap pelatih renang.

"Kelas prestasi? Apa itu?", tanya bapak.

"Kelas untuk mempersiapkan anak menjadi atlet renang. Bayarnya juga lebih murah, walau setiap hari berlatih", ungkap pelatih renang lagi.

"Memangnya apa keuntungan jadi atlet renang?", tanya bapak.

"Wah, enak Pa, anak bapak bisa punya uang saku sendiri tiap bulan yang cukup besar, belum lagi kalau menang lomba, hadiahnya lumayan besar. Banyak uangnya dibanding pelatih", ungkap pelatih renang yang lain.

Menjadikan anak atlet renang, tak pernah terbayangkan oleh Bapak, karena alasan mengkursuskan anak berenang, pertama karena dalam Islam dianjurkan agar anak dilatih berenang, selain itu untuk kesehatan fisik anak.
Tapi terserah anaknya, siapa tahu mereka mau.

Atlet renang, profesi yang jarang dilirik orang, padahal atlet renang anak-anak saja bisa mendapatkan uang saku yang lumayan.
Kan sebenarnya enak ya jadi atlet renang, badan sehat juga dapat uang.
Menjadi atlet renang juga tak perlu ijazah sekolah.

Jadi rugi sekali kalau sekolah cuma cari ijazah untuk kerja alias cari uang.
Apalagi kalau harus menunggu lulus kuliah dulu baru bisa dapat uang, rugi.

Mulai sekarang harus dirubah niat sekolahnya dan mulai belajar untuk mandiri mendapatkan penghasilan.

Perasaan bisa mandiri, bisa membuat sesuatu yang berharga sendiri, menghasilkan uang sendiri sedari kecil, berpretasi bukan sekedar akademik, menurutku akan membuat anak tidak mudah meminta, tentu masih banyak faktor selain ini.
Dan tentunya menghasilkan uang bukan dari meminta-minta.


"Bukankah nabi Muhammad juga sudah belajar menjadi pengusaha sejak kecil? dan tentu belajarnya bukan di sekolah".

Cerita Nabi

"Bacakan terus dong Bu, aku ingin tahu".

"Malam ini Ibu bacakan cerita nabi Yusuf lagi ya".

Anak pertama memang sangat senang dibacakan arti dari bacaan Al- Qur`an yang telah dibacakan, apalagi bila itu cerita tentang nabi.
Sebenarnya bukan anak pertama saja, anak kedua juga senang, ketika tahu kakaknya akan dibacakan cerita, anak kedua langsung bilang, "aku juga ingin mendengarkan".


Menceritakan kisah dalam Al Qur`an sebagai salah satu cara agar anak mencintai Al- Qur`an seperti yang ditulis oleh Dr. Sa`ad Riyadh dalam bukunya "Langkah mudah menggairahkan anak hapal Al- Qur`an".
Buku kecil tapi padat isi yang cukup enak dibaca karena terasa sekali kalau penulis seorang yang tahu tentang pendidikan anak.
Dibahas tentang bagaimana cara mendidik anak dari 0 usia agar mencintai Al- Qur`an tahap demi tahap.
Bagian yang paling aku sukai dari buku ini adalah bagian "Bagaimana menjadikan anak mencintai Anda".

InsyaAllah bermanfaat sekali buku ini bagiku.

Jumat, 16 April 2010

Menggunakan Kamus

Ceritanya ingin tetap berusaha mempertahankan bahasa Jepang anak-anak.
Karena saya bukan guru ahli dan karena saya juga masih belajar.

Yang saya lakukan selain mengajak berbicara bahasa Jepang, menambah kosakata anak dengan menyediakan medianya bisa internet dengan mendengar cerita online, game, musik. Bisa mengerjakan lembar kerja, lihat ini. Bisa juga dengan menyediakan buku.

Anak pertama tiap hari menulis huruf kanji, sedang anak kedua menulis hiragana.
Ketika sedang mengerjakan lembar kerja biasanya ada kata atau kalimat yang tidak dimengerti, karena itu harus menggunakan kamus baik berupa buku dan kamus online. Bagaimanapun penggunaan kamus sangat penting dan anak diupayakan untuk bisa menggunakannya sendiri.

Mulai Paham Tentang Waktu

"15 April 2010" Anak Pertama.


Ketika Ibu membuka buku matematika kelas 2 . Ibu terkejut dengan materi yang diberikan. Ada beberapa materi kelas 2 di Indonesia, tetapi ternyata di Jepang baru akan diajarkan di kelas 3.

Belajar tentang waktu terasa sangat sulit untuk anak pertama. Apalagi bila ada soal cerita dan ada perubahan jam ke menit, anak pertama tampak kewalahan. Karena masih ada kosakata yang belum dimengerti, sehingga selain belajar matematika, anak pertama juga belajar bahasa Indonesia.

Hampir tiap hari selama seminggu belajar tentang waktu, dengan proses belajar 30 menit.
Selain menggunakan buku di atas, anak pertama berlatih soal matematika online berbahasa Jepang. Untuk tentang waktu ada di bagian kelas 3.

Alhamdulillah sekarang sudah mulai mengerti.

Nasi Goreng

"5 April 2010" Anak pertama. Di dapur.


Hari Minggu tanggal 4 April sekitar pukul 4:00 pergi untuk melihat kegiatan karate untuk kemudian mendaftarkan anak pertama yang memang sudah ingin ikut sejak di Jepang dulu.

Sementara itu Ibu berbelanja di toko dekat tempat berlatih karate.

Karena kemalaman kita terpaksa makan malam di toko tersebut.

Hari itu anak-anak memilih menu yang belum pernah disukainya. Anak pertama memilih nasi goreng dan anak kedua memilih empek-empek.

Anak kedua tampak tidak menikmati menu yang dipilihnya, sementara anak pertama tampak menikmatinya.

"Enak ya nasi gorengnya", seru anak pertama.

"Iya ya, harganya lumayan mahal", seru ibu.

"Padahal kalau kita buat sendiri bisa dimakan berapa orang nasi gorengnya dengan harga segitu", seru ibu lagi.

"Kita bisa buat sendiri?", tanya anak pertama penasaran.

Karena sudah tahu anak pertama suka, ibu berinisiatif memasak nasi goreng untuk menu makan malam keesokan harinya. Anak pertama langsung senang.

Ketika Ibu akan membaut nasi goreng, anak pertama sudah siap dengan kertas dan pensil untuk mencatat bahan dan cara membuat nasi goreng.

"Ibu, enak nasi gorengnya", seru anak pertama sambil memakan nasi gorengnya.

"Ternyata mudah ya membuat nasi goreng. Aku ingin jual nasi goreng juga ah", seru anak pertama lagi.

Aku Bisa Bersepeda

"11 April 2010" Anak kedua.


"Ibu aku ingin bisa naik sepeda roda dua", seru anak kedua.

"Kalau begitu kita minta bapak melepas roda kecilnya nanti ya", seru ibu.

Hari pertama belajar, minta ditemani bapak. Ingin belajar terus, walau udara panas terik, dan bapak terpaksa menolak menemani karena tidak tahan kepanasan. Latihan pun terhenti.

Hari kedua bapak pergi ke kantor, terpaksa harus berlatih dengan ibu.
Tapi ibu harus menyelesaikan tugas di rumah dulu dan hari sudah cukup panas untuk bermain di luar, terpaksa hanya berlatih di halaman belakang.Ketika sore hari akan keluar berlatih hujan turun.

Hari ketiga sama dengan hari kedua, berlatih di halaman belakang.

Hari keempat pagi hari berlatih di halaman belakang, sore hari berlatih di luar rumah.

Hari kelima, siang hari berlatih di luar rumah pergi ke toko sayur, begitu juga sore harinya.

Hari keenam, karena udara cukup sejuk, pagi hari berlatih di luar rumah.

"Ibu, adik sudah bisa", seru anak pertama tiba-tiba.

Ibu langsung berhenti menyapu halaman.

"Wah iya sudah bisa, selamat ya", seru ibu.

"Kita ambil videonya, biar nanti diperlihatkan ke bapak", seru ibu lagi.


Di lain kesempatan anak kedua berkata,"Ibu aku berusaha terus untuk bisa bersepeda dan akhirnya aku bisa."

Setelah sempat merasa tidak bisa berkali-kali, tapi keinginan untuk bisa bersepeda dapat mengalahkan perasaan itu untuk terus berusaha berlatih akhirnya sekarang sudah benar-benar bisa bersepeda.

InsyaAllah semua bisa terjadi atas ijin-Nya.

Aku Tidak Suka Buku

"16 April 2010" Anak Kedua. Di ruang keluarga.


"Coba kita nyalakan komputer yang satunya lagi, supaya bisa bermain game yang disukai, bukan menjadi penonton kakak", seru ibu.

"Tidak aku ingin yang sama seperti kakak, tapi bermain sendiri", seru anak kedua.

"Baiklah, ayo kita buka", seru ibu.

Setelah menunggu beberapa lama halaman yang seperti kakak tak kunjung terbuka.

"Kita cari yang lain sambil menunggu ya, bagaimana kalau halaman membaca buku?", tanya ibu.

"Tidak-tidak aku tidak mau membaca buku, aku tidak suka buku, aku suka game", rengek anak kedua.

"Iya-iya ini halaman game juga kok", seru ibu.

"Oiya, aku mau", seru anak kedua.


Begitulah anak kedua walau sekarang tiap hari membaca buku sendiri karena sudah bisa membaca huruf hiragana dan kadang-kadang minta dibacakan buku, tetap bilang tidak suka buku.

Selang Penyemprot Mobil Bapak

"10 April 2010" Anak Pertama. Mencuci Mobil.


"Wah ada pelangi, itu lihat", teriak anak pertama dari luar rumah.

"Iya, iya pelangi", terdengar teriakan anak kedua dari luar rumah.

"Mana pelanginya?", tanya ibu penasaran.

"Oiya, ada pelanginya", seru ibu.

"Kok bisa ya ada pelangi di situ?", tanya ibu.

"Iya kan di semprot air", jawab anak pertama.

"Tapi kenapa pelanginya hanya ada di situ?", tanya ibu lagi.

"Iya airnya disemprotkan ke tempat yang ada sinar mataharinya", jawab anak pertama lagi.

"Memangnya apa yang terjadi?", tanya ibu lagi.

"Sinar mataharinya mengenai butir air, lalu terjadilah pelangi", jawab anak pertama lagi.


Akhirnya kesampaian juga melakukan percobaan membuat pelangi dengan selang penyemprot air dengan ujung seperti shower.

Sabtu, 03 April 2010

Ada Lubang Tapi Air Tidak Keluar

"9 April 2010". Anak Pertama. Percobaan di dapur.

"Bu, coba lihat ini, botol plastik ini berlubang, tetapi air di dalamnya tidak keluar."

Ibu langsung menekan botol tersebut untuk memastikan bahwa botol tersebut berlubang.
Air keluar, berarti ada lubangnya.

"Jangan ditekan dong, Bu, kalau ditekan airnya akan keluar, dibiarkan saja."

"Kok bisa ya tidak keluar?", tanya si ibu bingung.

"Iya dong, kan ditutup diatasnya", jawab si anak.

"Memangnya kenapa kalau ditutup kok tidak keluar?", tanya si ibu lagi penasaran.

"Iya kan udara didalam dan diluar tekannya sama-sama", jawab si anak mencoba menjelaskan.

"Coba tutupnya di buka", pinta si ibu.

"Ya, airnya akan keluar dong, kan udara dari luarnya banyak yang menekan", jawab si anak lagi.

Ibu hanya bisa mengangguk-angguk sambil mengingat-ingat pelajaran fisika yang pernah dipelajarinya di sekolah. Hukum apa ya?